Liburan telah tiba. Semua santri bersuka ria. Mungkin pernah terdengar syair di masa dulu yang susunan liriknya begini, “Libur telah tiba, hore-hore.” Tentunya, syair ini sedang menggambarkan kebahagiaan bagi setiap pelajar–santri maupun santriwati–saat liburan tiba.

Bagaimana tidak, liburan adalah momen yang dinanti-nanti oleh setiap pelajar. Terlebih para santri/santriwati yang selama ini rela jauh dari orang tua. Rindu setelah berbulan-bulan meninggalkan rumah. Bahkan ada juga yang hitungan tahun belum sempat pulang.

Sebuah pengorbanan besar ketika harus jauh dari pelukan orang tua. Menetap di pesantren yang serba sederhana. Sehari-hari penuh dengan aktivitas yang tidak ada hentinya.

Duh, betapa bahagianya saat liburan tiba. Seakan menghirup udara bebas. Jauh dari himpitan peraturan dan hukuman.

Wahai anakku! Penting untuk kamu ingat. Libur di pesantren bukan berarti aktivitas belajar juga libur. pada hakikatnya kamu hanya berpindah tempat belajar untuk sementara waktu. Bertahun tahun kamu sudah belajar di pesantren maka sekarang masa belajarmu bersama orang tua di rumah.

Tugas utama setiap santri di saat liburan adalah melakukan aktivitas bakti kepada orang tua. Sebab, itulah sebaik baik aktivitas selama berada di rumah. Mengamalkan ilmu yang telah dipelajari selama ini.

Berbakti adalah melayani kebutuhan atau membantu pekerjaan orang tua. Dalam hal ini, aktivitas terbaik bagi santri putra adalah ikut serta membantu pekerjaan ayahnya di rumah. Tentunya, pekerjaan positif. Maka, sejatinya, pada saat itu dia sedang belajar ketika terlibat dalam pekerjaan tersebut.

Misalnya, Ayah memiliki ternak sapi dan setiap hari mencari pakan untuk sapi. Maka santri putra ikut melakukan aktivitas itu. Begitu juga jika ayahnya seorang perabot. Maka berbakti yang terbaik dia adalah belajar bagaimana cara mengolah bahan kayu menjadi berbagai macam perabot rumah atau miniatur lainnya. Jadi, berbakti diiringi dengan belajar yang dapat berguna di kemudian hari.

Begitu juga dengan anak perempuan atau santriwati. Liburan adalah waktu produktif terbaik untuk terlibat membantu aktivitas ibunya di rumah. Sebab, pada dasarnya perempuan itu akan menjadi istri. Dia pasti akan memasak untuk suami dan anak-anaknya. Maka, mau tidak mau, dia harus bisa memasak. Harus mau belajar memasak. Melakukan aktivitas menyuci baju, Menyetrika pakaian, menyapu dan membersihkan isi rumah. Itulah bakti yang terbaik bagi seorang santriwati selama masa liburan.

Mungkin juga, sesekali melakukan aktivitas bersama dengan keluarga, healing ke tempat yang disukai, silaturahmi ke rumah saudara, berkunjung ke tetangga dan tokoh masyarakat.

Tidak ada alasan bagi seorang santri untuk alergi terhadap pekerjaan orang tuanya. Dengan catatan, selama pekerjaan tersebut tidak melanggar syariat Islam. Jangan sampai kepulangan kamu ke rumah malah disibukkan mengulang-ngulang pelajaran pondok. Agar bisa beralasan untuk menghindar saat orang tua butuh bantuan.

Seolah-olah setelah ia masuk pesantren dan memiliki banyak hafalan Al-Qur’an, menguasai beragam disiplin ilmu agama, lantas menjadikan alasan untuk bermalas-malasan. “Ah, aku akan fokus belajar agama aja. Aku belajar bukan untuk bekerja di ladang. Jadi, cara berbakti saya, ya sibukkan diri dengan mengulang pelajaran yang ada di pesantren.”
Duh, sungguh pemikiran yang keliru!

Ingatlah wahai anakku! Pada hakikatnya, liburan bagi seorang santri adalah waktu yang tepat untuk mengamalkan apa yang sudah ia dapatkan dari pesantren.

Liburan adalah waktu untuk membuktikan, momen untuk berbakti. Kesempatan untuk menebar kebaikan. Khususnya kepada orang tua sendiri dan juga pada masyarakat sekitar.

Begitu banyak ayat dan hadits yang menjelaskan keutamaan berbakti kepada orang tua dan menyambung tali silaturahmi dengan kerabat.

Diantara hadits yang menjelaskan “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezkinya, maka hendaknya ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambug silaturrahim (kekerabatan).” (HR. Ahmad)

Dikutip dari Merdeka.com, kisah perjuangan seorang anak yang bercita-cita menjadi dokter, Kisah ini datang dari seorang pria yang tak henti berusaha dan berdoa serta penuh bakti kepada orangtuanya yang merupakan pedagang nasi.

Dalam sebuah video yang viral di TikTok, pria ini sukses menjadi seorang dokter. Perjuangannya di mulai sejak ia kecil, bahkan saat duduk di bangku SMP, ia tak malu membantu sang ibu berjualan nasi hingga ia kuliah.

Wahyu bercerita jika sejak kecil ia sudah bercita-cita sebagai dokter. Wahyu juga menceritakan perbincangan ia dan sang ibu ketika ia masih kecil.

“SD: Mak, nanti di SMP Wahyu bantuin jual nasi gemuk mamak di bawa ke sekolah ya. Kan gaji bapak ndak cukup
Mamak: Boleh jualan di sekolah nak?
Aku: Boleh mak. Tapi hanya pas jam istirahat

Aku: Mak, toko di sebelah SMA Wahyu boleh di titipin kue. Mulai besok Wahyu bawa kue ya.
Mamak: Wahyu ndak malu?
Aku: Ndak mak, kan duitnya untuk Wahyu sekolah juga

Aku: Mak, Wahyu ambil undangan di kedokteran ya? nanti kalau lulus, tetap Wahyu jualan kok di kampus.

Mamak: Cukup yu biaya nya? Kalau ndak, nanti kita jual rumah ya?Aku: InshaAllah mak, yakin dengan Wahyu. Wahyu giat kejar beasiswa dan kerja. Doain Wahyu mak.

Terima kasih mamak bapak,” tulisnya dalam keterangan video.

Tentu kegigihan dan baktinya tersebut sangatlah inspiratif. Bahkan banyak netizen yang memujinya. Pemilik akun TikTok @wahyu_saputra1702 membagikan kisahnya dalam rangkuman video.

Akhir dari kisah baktinya kepada orang tua, Wahyu mencapai segala impian yang selama ini ia harapkan.

Maka persembahkan yang terbaik apa yang kalian miliki saat liburan di rumah. Banyak hal positif yang bisa dikerjakan. Tinggal kita mau gerak atau tidak. Kalau kita tidak mau beraktivitas positif, maka pasti akan terjebak dengan perilaku negatif. Dan itu rentan terjadi pada masa liburan.

Demikian juga, secara tidak langsung, saat santri berada di kampung halaman, maka dia adalah cerminan pesantren. Baik buruknya citra pesantren tergantung bagaimana dia bersikap selama berada di rumah. Tidak sedikit orang menilai sebuah pesantren ketika melihat akhlak santrinya selama liburan.

Jangan sampai kesibukanmu belajar ilmu agama malah menjauhkan mu dari orang tua. Sehingga orang tua tidak ridha. Padahal letak Ridha Allah itu ada pada Ridha orang tua, bukan?

Jadi Begitu juga dengan mengerjakan PR atau tugas-tugas mata pelajaran dari pesantren. Itu tidak disarankan. Tidak diutamakan. Walaupun tetap harus dikerjakan.

Ya, memilih waktu-waktu yang tidak menghalangi dirinya untuk membantu pekerjaan orang tua. Karena yang lebih utama adalah melakukan aktivitas apa yang dilakukan oleh orang tuanya selama masa liburan di rumah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini