Judul tulisan kali ini membawa ingatan kita ke lirik lagu yang hits pada tempo dulu, kira-kira bunyinya begini “Hati senang walaupun tak punya uang.” Ya, begitulah kehidupan. Bahagia dan sedih itu letaknya di hati. Sebab, hati tempat bermuara segala kondisi. Sepahit apa pun kondisi yang kita alami, jika hati sudah yakin untuk menggapai kemulian, maka kebahagian tetap bisa dirasakan. Hidupnya menyenangkan walaupun di mata orang lain terlihat menyakitkan.
Cerita kehidupan kita tidak pernah sama. Episode demi episode terus bergulir dengan ciri khas masing-masing mewarnai kehidupannya. Terkadang berganti dari satu kondisi ke kondisi lainnya. Terus berbolak-balik. Kadang di atas, kadang di bawah. Terkadang untung, terkadang merugi. begitulah kehidupan mewarnai dengan segala warna yang ada. Namun satu hal yang harus kita ingat bahwa hati tak boleh berubah dari kebahagiaanya. Hadirkanlah hati yang tenang. Teguh mengikuti suasana dan irama kehidupan kita.
Efek dari hati yang tenang, kita mampu mengendalikan diri untuk tetap dalam kondisi Bahagia. Jika kita hadir ke suatu tempat, atau dalam sebuah moment/acara, tapi hati tidak senang berada di tempat itu, pasti tidak nyaman. Walaupun tempatnya mewah. Sebaliknya, kalau kita hadir bersama dengan hati yang ikhlas, maka kita pasti bahagia. Tempat yang sulit pun terasa mudah. Walaupun kondisinya panas, hati terasa happy.
Ada kisah seorang syaikh yang diundang mengisi acara daurah. Jumlah pesertanya ratusan lebih. ketika sedang menyampaikan daurah, pandangan Syaikh tertuju ke tiga orang peserta yang sedang mengipas-ngipas badannya dengan buku karena kepanasan. Ya, mereka bertiga merasa kepanasan dalam ruangan yang dikelilingi ratusan orang. Seketika syaikh dengan halus menyindir, “Jika kalian konsentrasi terhadap pelajaran yang sedang aku berikan maka engkau tidak akan merasakan panas. Tapi, jika engkau tidak konsentrasi dan hanya fokus kepada panas maka panas menjadi sesuatu yang menyibukkan kalian.”
Jadi, di manapun kita berada, hati harus kita fokuskan kepada apa yang kita inginkan. Kita harus mengetahui tujuan kita yang sebenarnya. Tentang misi mulia yang sedang kita tempuh. Begitu juga ketika kita sedang berselisih pendapat, anggaplah itu hanya soal beda pemikiran. Jangan baper. Kondisi hati tetap harus satu, tidak boleh berselisih. Agar hati kita tetap adem dan bahagia.
Ingatlah wahai saudaraku, ketenangan itu milik orang beriman. Ya, hati yang senantiasa berlabuh di atas jalan Allah, konsentrasi menggapai ridha-Nya semata. Maka apa pun kondisi yang sedang kita alami saat ini, pastikan hati kita hadir dalam kondisi tenang dan bahagia.
Teringat kisah hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya yang mulia, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Dalam perjalanan hijrah tersebut, mereka berdua bersembunyi ke dalam gua. Berlindung dari kejaran orang musyrik yang sedang memuncak amarahnya dan pedang terhunus di tangan mereka.
Pada saat seperti itu, Abu Bakar berkata, “Jika salah satu di antara mereka menundukkan pandangannya ke arah jejak yang ditinggal oleh kedua langkah kaki kita, niscaya orang Quraisy akan melihat kita wahai Rasulullah.” Dalam kondisi genting itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penuh ketenangan berkata, “Bagaimana menurutmu tentang dua orang, yang Allah adalah ketiganya.” Mendengar kata-kata tersebut, hati Abu bakar menjadi tenang. Ia bisa mengikuti kondisi yang sedang terjepit karena yakin dengan janji Allah dan rasul-Nya.
Coba kita perhatikan, kondisi waktu itu bukan hanya sekadar panas sebagaimana panas yang kita rasakan saat ini. Kaki menginjak pasir yang begitu mendidih dan wajah dibakar oleh panasnya terik matahari. Dikejar oleh musuh yang sangat banyak tak tertandingi. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap dalam keadaan hati yang adem. Pikirannya tenang melewati masa-masa yang cukup sulit.
Begitulah pentingnya hati yang tenang. Fokuslah pada tujuan mulia yang sedang kita perjuangkan. Agar hati kita tetap merasakan ketenangan dan kebahagian.
