Suasana haru mewarnai training di hari ketiga. Para peserta tak kuasa menahan tangis tatkala ustadz Ibrahim memperlihatkan simulasi dalam sebuah video.

Ketika proses simulasi berjalan, tetiba situasi berubah menjadi redup. Terdengar isakan tangis para pengasuh terutama dari pihak ustadzah. Karena merenungi bagaimana jerih payah seorang ibu dan ayah dalam mengasuh anak berpuluh-puluh tahun lamanya tanpa bayaran sedikitpun.

Ketika ditanya apa yang membuat ustadzah menangis? “Saya teringat dan terbayang betapa luar biasa perjuangan, pengorbanan, dan kesabaran seorang ibu dalam mendidik saya dari kecil hingga dewasa, yang jika dinilai tidak akan ternilai oleh uang sebanyak apapun uang itu”, jawabnya sambil air mata membasahi pipi.

Mendengar hal tersebut, Ustadz Ibrahim Mandres memberikan apresiasi serta pesan kepada peserta, bahwa memang butuh kesabaran dan pendekatan lembut agar anak didik itu menganggap kita sebagai orang tua. Pastinya, kita juga harus menganggap mereka sebagai anak walaupun kita tidak pernah melahirkan mereka.

Selain itu, beliau memberikan tips dan masukan-masukan agar sebuah pesantren itu maju berkembang serta menjadi harapan para orang tua dalam mempercayakan proses pendidikan anaknya untuk meraih masa depan yang gemilang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini