
Perlu disampaikan kepada mereka cara berpikir terbalik. Kita bekerja di sebuah instansi—maka ketika instansi itu berjalan baik, maju, dan terus berkembang, kita pun masih terus bekerja di dalamnya, dan maaf, kita masih bisa mendapat penghidupan atau gaji dari situ.
Kalau saya diminta mengajak teman-teman yang seperti ini, saya akan ajak mereka untuk berpikir dengan pola terbalik, contoh misalnya “Bayangkan saja: ini adalah sebuah sekolah atau perusahaan dan sebentar lagi mau tutup, Maka semua akan berpikir, Kita harus siap-siap cari pekerjaan baru.” Padahal, selama ini kita sudah merasa nyaman, walaupun gajinya tidak besar, tapi cukup.
Maka arahkan ajakan seperti ini: bagaimana agar sekolah kita tidak tutup? Bagaimana agar lembaga yang selama ini menjadi tempat kita bekerja dan mendapatkan penghasilan bisa tetap berdiri?
Jadi langkah pertama: ajak berpikir terbalik—kalau lembaga ini tutup, kita semua bubar, tidak ada gaji, tidak ada aktivitas, tapi ini masih bisa diselamatkan. bagaimana caranya? Kita perlu menjalankan semua kesepakatan bersama. Kita perlu menjaga kedisiplinan yang sudah kita pahami dan sepakati, sebagaimana yang pernah kita pelajari bersama. Kalau ingin hasil yang baik, kita harus bekerja maksimal. Maka, agar lembaga ini tetap ada, ayo kita disiplin.
Setelah itu, setiap orang harus punya standar disiplin, tahu apa tugasnya, dan bertanggung jawab menuntaskan pekerjaannya. Dengan begitu, hasil kerja kita akan jauh lebih baik.
Langkah kedua: pikirkan bersama dengan tim bahwa kita sedang membesarkan lembaga ini—sebuah sekolah, sebuah pesantren—yang akan berdampak pada umat, siswa, dan juga pada kita sendiri. Sekolah yang baik akan menarik lebih banyak murid, dengan banyak murid, ada kecukupan biaya dan dengan kecukupan biaya, maka insyaAllah gaji atau syahriah pun akan tercukupi, Maka mari kita jaga kedisiplinan.
Untuk menegakkan kedisiplinan, pertama-tama memang harus ada kesepakatan bersama. Lalu, yang kedua, orang-orang yang tidak disiplin perlu mendapat peringatan, Karena sering kali yang membuat kedisiplinan lemah adalah ketika pelanggaran dibiarkan begitu saja tanpa teguran. Kita perlu duduk bersama, menyepakati kembali: kenapa kita ada di tempat ini, dan untuk tujuan apa—supaya muncul semangat.
Saya sering katakan, banyak program tidak berjalan karena mukadimah-nya buruk, Padahal keterangan awal yang baik akan membuat orang semangat. Edukasi awal yang tepat bisa menjadi bahan bakar motivasi.
Saya beri contoh:
Kalau kita berkata kepada siswa, “Besok ada tamu dari Arab, jadi kalian harus bersih-bersih.” Ini mukadimah yang buruk. Siswa akan merasa bersih-bersih itu beban, dan bisa jadi malah jengkel.
Bandingkan dengan mukadimah seperti ini:
“Di Indonesia ada sekitar 37.000 pesantren yang terdata di Departemen Agama. Akan ada rombongan syaikh dari Arab yang hanya mengunjungi 10 pesantren di antara ribuan itu,Dan alhamdulillah salah satu yang akan dikunjungi adalah pesantren kita.”
Lalu kita lanjutkan:
“Mari kita sambut tamu ini dengan sebaik-baiknya. Kita bersihkan dan rapikan pesantren kita sebagai bentuk penghormatan. Siapa tahu, dari kunjungan ini Allah mudahkan langkah kita untuk melanjutkan studi ke luar negeri.”
Dengan mukadimah seperti ini, siswa akan bersemangat. Karena mukadimah yang baik akan mempengaruhi semangat dan kesiapan seseorang dalam bekerja dan berkontribusi.
Baarakallahufiik