
Salah satu penyebabnya adalah karena mereka belum tahu apa yang harus dilakukan. Akar masalah biasanya ada sejak masa sekolah dulu.
Saya pernah berdiskusi dengan beberapa teman yang sering berkunjung ke luar negeri, salah satunya bercerita tentang Jepang. Di sana, empat tahun pertama (usia dini hingga kelas 2 SD) hampir tidak ada pelajaran akademik. Anak-anak hanya belajar hal-hal mendasar seperti : antre, membuang sampah pada tempatnya, peduli pada teman, hewan, bahkan pohon.
Hasilnya? Soal kemandirian dan adab sosial sudah tuntas sejak kecil. Mereka tidak lagi merepotkan orang lain, karena sudah dibiasakan sejak dini. Nah, mungkin di tempat kita hal itu tidak diajarkan sejak awal, sehingga jangan buru-buru menyalahkan mereka kalau sekarang tidak terbiasa melakukannya.
Solusinya adalah tindakan cerdas dari seorang pimpinan: berikan kesibukan yang melatih kepekaan.
Dulu saat saya memimpin pesantren, setiap santri wajib melakukan hal kecil setiap hari. Misalnya: mematikan lampu yang lupa dimatikan, menegakkan tong sampah yang miring, membersihkan debu di meja, itu bukan tugas atau PR, tapi latihan kepekaan. Sampai akhirnya mereka terbiasa mencari hal-hal kecil yang bisa diperbaiki tanpa disuruh.
Pengalaman mendampingi sekolah juga sama. Ada guru yang sedang tidak mengajar, maka kami beri jam khusus untuk berkhidmat. Misalnya, membersihkan pojok ruangan, memindahkan pot tanaman, atau membuang sarang laba-laba. Tidak ada uangnya, tapi dilakukan setiap hari. Hasilnya sekolah jadi bersih, rapi, hemat biaya, dan yang lebih penting: mental disiplin dan peduli itu terbentuk.
ada sebuah kaidah ” Bukan Guru muda tidak mau bekerja tapi dia tidak tahu mau kerja apa”
Maka tugas pimpinan adalah memberi dia perkerjaan dan sibukkan dia hal hal yang baik
Munkin begitu dulu keterangan yang bisa saya sampaikan
Baarakallahufiikum