
ini pertanyaan yang bagus. Jadi begini, yang perlu kita bahas terlebih dahulu adalah: apa yang sebenarnya dikomplainkan?
Kalau yang dipertanyakan adalah hal yang memang tertulis di brosur—misalnya, di brosur disebutkan ada keterampilan A, tapi pas anaknya sekolah tidak ada keterampilan A—maka wajar kalau dia komplain.
Nah, tinggal kita jelaskan, “Oh, betul Bu. Program itu memang ada, tapi pelaksanaannya di kelas 2. Saat ini anak Ibu masih kelas 1, jadi memang belum dijalankan.”
Kalau program itu memang ada di brosur atau sudah dijelaskan sebelum anak masuk pondok, lalu ternyata belum terlaksana, ya wajar kalau wali murid bertanya dan tugas kita adalah menerangkan dengan baik.
Misalnya, program itu adanya di akhir tahun, bukan di awal, maka tinggal disampaikan dengan tenang, Biasanya, setelah dijelaskan, wali murid akan paham, “Oh, begitu ya.”
Meski begitu, yang terbaik tetaplah menyampaikan seluruh informasi tentang sekolah kepada calon wali murid sebelum mereka memutuskan menyekolahkan anaknya.
Programnya apa, proses pembelajarannya bagaimana, lulusan jadi apa—semua dijelaskan di awal. Jadi setelah menjadi wali murid, tugas mereka tinggal mendampingi, mendoakan, dan mendukung anak dalam mengikuti program.
Namun, kalau yang dikomplainkan tidak ada di brosur, maka tinggal dibicarakan ulang. Tanyakan maksudnya apa. Misalnya, di sekolah memang tidak ada pelajaran matematika.
Lalu ada orang tua bertanya, “Ustadz, anak-anak kok tidak diajarkan matematika?”
Ya tinggal dijawab, “Memang Bu, sekolah ini dari awal tidak ada pelajaran matematika.” Kalau kemudian ada usulan, tinggal dijelaskan:
“Kalau Ibu ingin anaknya tetap belajar matematika, bisa lanjutkan dulu sekolah di sini, lalu ikuti kursus matematika di luar, atau cari sekolah yang memang ada pelajaran matematikanya.”
Artinya, semua masih bisa dibicarakan dengan baik.
Lalu ada juga yang komplain, “Kenapa anak saya sering kehilangan barang?”
Nah, tinggal dicek. Apakah benar barang anaknya sering hilang? Atau justru barang-barang anak lain juga sering hilang?
Kalau banyak anak mengalami hal yang sama, berarti sistem di pesantren memang perlu evaluasi. Tapi kalau hanya anak itu saja yang sering kehilangan barang, bisa jadi memang anaknya teledor—meletakkan barang sembarangan, tidak pada tempatnya.
Kalau penyebabnya dari anak, maka tugas kita adalah membimbingnya untuk merawat barang dengan baik.
Jadi sebenarnya, komplain dari wali murid itu justru menguntungkan. Kenapa? Karena itu jadi bahan koreksi bagi kita.
Idealnya memang kita menghadirkan orang untuk mengoreksi sekolah, tapi ini malah wali murid yang ikut bantu koreksi—tanpa dibayar dan hal ini bagus. Kalau kita punya pola pikir maju, ya komplain itu kita sambut dengan positif, selama komplain itu disampaikan lewat jalur yang tepat.
Jalur kepala sekolah, jalur pimpinan—bukan disampaikan secara liar.
Baarakallaahu fiikum.